Langsung ke konten utama

Menjelajahi Kepulauan Balabalagan (bagian 2)

Halo apa kabar? Salam manis untuk kalian semua.


 Setelah sebelumnya menulis pengalaman singkat tentang Menjelajahi Kepulauan Balabalagan (bagian 1), saatnya melanjutkan cerita ketika telah tiba di pulau Samataha tersebut, sebagai informasi bagi temen-temen semua yang belum tahu, sebenarnya Kepulauan Balabalagan ini ialah sederetan gugusan pulau-pulau kecil di Selat Makassar diapit diantara daratan Kalimantan & Sulawesi, nah dari sekian banyak pulau-pulau kecil itu hanya ada beberapa buah pulau saja yang ada penghuni manusia-nya, penulis cuman tahu 2 nama pulau yang dihuni manusia, yakni Pulau Samataha & Pulau Popongan (pulau yang ini relatif lebih padat penduduk dengan fasilitas publik yang lebih besar sekaligus lebih baik dari Pulau Samataha). 


Sesudah kapal nelayan yang kami tumpangi mengarungi lautan dan menempuh perjalanan menuju Kepulauan Balabalagan (Pulau Samataha lebih tepatnya) selama kurang lebih 12 jam, akhirnya tibalah kita di Pulau Balabalagan (Samataha) ini. Kedatangan kami ke pulau ini tentu saja untuk lari dari kenyataan, pura-pura bahagia, melupakan mantan berlibur, bener-bener berlibur malah menurutku... soalnya dipulau Balabagan itu beneran listrik ga ada, jaringan telepon seluler juga ga ada, jadi percuma walau bawa baterai cadangan telepon seluler atau power bank karena telepon seluler bakalan ga bisa dipakai berkomunikasi, apalagi update status & foto di sosial media, lupakan saja, akhirnya telepon seluler pun cuman dipakai untuk merekam keindahan lanskap pulau ini ditambah berfoto manjah bersama temen (baca : peserta open trip lainnya) dan satu lagi untuk ber-selfie ria. Bener-bener hidup offline deh, yah kalau saya pribadi sih sewaktu masih berada di kota Balikpapan sebelumnya sudah agak terbiasa jika beberapa saat tidak online, karena yang menghubungi saya toh itu-itu saja, hehe. Akibat dari kondisi tidak adanya jaringan seluler ini membuat (kebanyakan) peserta open trip ini pada was-was takut ada apa-apa, takut ga bisa kasih kabar, takut dicariin oleh orang terdekat, hal yang wajar sih.

Saat itu kira-kira pukul 10 pagi, kedatangan kita dipulau ini disambut dengan aroma udara asin, ikan asin, dan udara yang lembab khas pesisir laut. Hamparan pasir putih yang halus di pulau ini membuat penulis tergerak untuk mengambil pasir pantai untuk dibawa pulang buat pasir kucing tidur-tiduran dipantai (pura-pura lupa kalau barang-barang bawaan belum diturunin dari dermaga). Panitia ini dengan kesibukannya (baca: ngangkatin barang bawaan peserta plus logistik) tak lupa pula mengarahkan kami ke salah satu rumah penduduk (iya, kita selama berada di Pulau Samataha tidur di salah satu rumah warga lokal, karena belum ada yang namanya penginapan, hostel, kos-kosan, apalagi hotel). Tipikal rumah warga disana berbentuk pangung dan memanjang sampai kebelakang, main bola di dalam rumah mereka bisa kali, eh ga deh main basket juga bisa, haha. Seriusan, rumah mereka sangat-sangat luas & jarak antar satu rumah dengan yang lainnya cukup jauh-jauhan (lumayan lah, kalo lagi ribut-ribut prahara rumah tangga semisal karena tjemburu, salah paham, pembagian lauk yang kurang, cucian yang belum kering, anak-anak yang bandel, pastinya tetangga sebelah ga denger, hihihihihi). Rata-rata rumah disana itu tidak atau belum memiliki kamar mandi seperti layaknya rumah-rumah yang kita ketahui, dan kalaupun ada juga pastinya letak bangunan kamar mandi tsb dengan rumah utama terpisah.   


Seperti yang sudah saya sebutkan di artikel bagian 1, durasi open trip ini selama 3 hari 4 malam termasuk waktu tempuh perjalanan dari dan ke Pulau Balabalagan/Samataha yaa, sehingga kita cuman bisa bener-bener mainan air, berenang manja, siram-siraman air aktivitas  full day di sekitar pulau ini cuman 1 hari doang, selebihnya kepotong waktu perjalanan yang lama.
Berikut ini diary ringkasan kegiatan saya selama berada Kepulauan Balabalagan :



Day 1

Karena kita tiba dipulau ini pas di waktu makan siang, sehingga panitia langsung mengolah bahan masakan yang kita bawa dari Balikpapan untuk santap siang bersama. Si empunya rumah pun bantuin masak lo, sedangkan para peserta open trip ini menghabiskan waktu sambil menunggu makan siang selesai di masak ya jalan-jalan keliling Pulau Samataha, duduk-duduk di dermaga kayu, bermain dengan bocah penduduk lokal, sibuk ngutak-atik gadget mereka, siapin peralatan snorkling, beberes barang bawaan, dandan (ini beneran) dan tidur siang.

Sumber air tawar untuk dikonsumsi di Pulau Samaataha ini ialah.... sumur manual dengan ember dan talinya! hehehe asik kan? nah kalo air tawar dari air hujan walau ditampung, tapi tidak pernah untuk di konsumsi, bahkan dipakai mandi pun tidak, jadi untuk apa dong air hujan ditampung? Jawabannya ialah untuk membasuh kaki yang berpasir dari luar sebelum masuk rumah, wiiw ajib yaa? 


Singkat cerita setelah makan siang selesai, waktu itu menunya oseng sayur kangkung, tempe ditambah mie instant. *disini gak ada warung jadi ga bisa beli jajan. Cuaca mulai berubah lagi, setelah panas terik, langit mendadak menjadi gelap dan rendah, yahh ga jadi snorkling...  Akhirnya saya pun memilih duduk-duduk di teras rumah sambil menunggu hujan reda (tapi gak reda-reda). Di pulau Samataha ini hanya tersedia 1 masjid yang berada tepat ditengah pulau, seketika masjid menjadi penuh terisi oleh para peserta open trip ini, merupakan pemandangan yang tidak biasa kata salah satu penduduk Pulau Samataha.


Hujan baru berhenti ketika hari mulai sore, kemilau keemasan mentari mulai nampak di ufuk langit pertanda hari akan segera terganti malam. Disaat itulah kami bermain-main dengan perahu kecil yang tertambat di dermaga kayu, maklum tak dapat menahan hasrat untuk ikut melompat bersama anak-anak Pulau Samataha kedalam air laut yang sore itu sedang pasang & juga jernih.


Pulau Samataha dan langit yang kemerahan di sore hari


Bermain perahu milik penduduk dengan kondisi laut yang tidak berombak


Setelah selesai berenang & bermain perahu, waktu jualah yang akhirnya menghentikan kesenangan itu, tibalah saatnya pulang kerumah untuk membilas diri (baca : mandi). Permasalahan pun mulai muncul, dengan sekian banyaknya peserta yang ingin membilas badan ditambah fasilitas kamar mandi cuman ada satu, akhirnya diputuskan dengan kesadaran diri bahwa hanya perempuan sajalah yang boleh memakai kamar mandi, sedangkan yang laki-laki bisa menggunakan fasilitas sumur timba yang terletak di luar rumah (mandi bareng gitu ceritanya).

Benar-benar kegelapan total pada malam hari, karena belum ada sambungan listrik dari PLN untuk pulau ini sehingga para penduduk umumnya mempunyai genset untuk penerangan yang terbatas sekali. Setiap malam seperti ini kondisi dipulau ini, hiks sedih ya? jaman sekarang masih ada sebagian wilayah yang tidak ada listrik sama sekali. Karena sumber listrik hanya mengandalkan genset yang tentu saja sangat dipengaruhi oleh stok bahan bakar diesel, sehingga otomatis listrik hanya dapat menyala beberapa jam saja. 



Suasana di dalam rumah penduduk ketika malam yang hanya mengandalkan genset sebagai sumber listrik



Setelah semuanya selesai, tibalah saatnya menyantap makan malam yang telah dipersiapkan panitia, seperti biasa menunya sederhana yaitu mie instant, nasi putih & telur dadar. Malam itu panitia mengajak kita melihat pasir berkelip-kelip dengan syarat menunggu agak tengah malam (kondisi air laut surut). Sambil menunggu waktu surut air laut dan agar tidak semakin penasaran dengan penampakan pasir berkelap-kelip itu saya memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan mengobrol antar sesama peserta open trip.


Waktu yang ditunggu tiba, saat itu hampir tengah malam, saya lupa persisnya jam berapa, yang jelas saat itu genset sudah tidak beroperasi karena kehabisan bahan bakar, sehingga benar-benar gelap gulita, penerangan mengandalkan lampu senter dan juga dari telepon seluler. Rombongan pun bergerak menuju bibir pantai yang sudah surut, rupanya pasir berkelap-kelip itu hasil dari plankton yang terbawa arus laut dan mengendap di pasir, syarat mutlak untuk melihatnya cuman satu yaitu diperlukan kegelapaan total, tidak boleh ada cahaya sedikitpun, karena kelap-kelip pasir plankton-nya tidak terlalu cerah (seperti kunang-kunang). Caranya pun cukup dengan menggeser pasir laut yang masih basah dengan kaki atau tangan, terus perhatikan baik-baik maka akan terlihat kerlap-kerlip pada pasir. Waww sungguh indah ya?


Saatnya pulang untuk tidur dan beristirahat, semoga besok cuaca bagus ya.



Day 2


Hari baru telah tiba, langit pagi itu sangat cerah, secerah hatiku kala melihatmu awal bulan karena gajian, hihi.

Pagi itu beberapa dari kami pergi ke dermaga kayu untuk sekedar menikmati pagi yang terlalu sayang untuk dilewati dengan tidur....


Pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi


Setelah puas duduk-duduk di dermaga kayu, tibalah saatnya sarapan pagi dengan menunya nasi goreng, bakso, sop buntut, rawon, bubur ayam seperti biasa telur dadar, sarden, mi instant (campur aduk mi kuah dan mi goreng) dan tentunya....Nasi putih (tanpa ada sayuran, stok sudah habis). Singkat cerita setelah sarapa pagi selesai, maka agenda selanjutnya ialah island hopping, berlayar ke pulau-pulau disekitar gugusan Kepulauan Balabalagan untuk sejenak snorkling dan jelajah pulau tak berpenghuni. 




Bersiap-siap snorkling saat agenda island hopping


Setelah kurang lebih 30-45 menit berlayar tibalah disuatu pulau tak berpenghuni (penulis lupa nama pulau tsb) yang akan kita tuju untuk di eksplor. Para peserta bersiap-siap untuk beraktivitas masing-masing, ada yang sibuk dengan peralatan fotografi-nya adapula yang sibuk mempersiapkan peralatan snorkling, ada yang hendak berganti pakaian dan.... ada pula para gadis sibuk pinjem-pinjeman alat dandan lipstick & mascara waterproof yang menurut mereka biar keliatan cantik kalau difoto pake kamera underwater (haha penting yaak?). Sedikit informasi, disekitar pulau yang tak berpenghuni itu terdapat karang-karang yang tajam, sehingga kapal tidak bisa menurunkan jangkar terlalu dekat dari bibir pantai (berpotensi kapal karam).



Snorkling disekitar pulau tak berpenghuni



Yeaahh I found you Patrick the seastar.



Baru berapa saat asik bermain & berenang ria, tiba-tiba langit menjadi rendah & gelap, angin kencang menyapu para peserta. Sontak, para peserta yang masih berada dalam air segera naik ke atas kapal (panik!).



Badai di tengah laut



Ayo buruan naik gih, ada badai tuuh


Setelah mempertimbangkan kondisi cuaca yang tidak bagus, panitia memutuskan agar kegiatan saat itu di batalkan, sebagai ganti gagalnya island hopping, panitia memberikan alternatif pulau lain yang aman dikunjungi karena ada penghuninya, yaitu Pulau Popongan. Perjalanan menuju Pulau Popongan sekitar 1 jam, pulau ini lebih ramai dari Pulau Samataha tempat rombongan tinggal, fasilitas pulau ini juga sudah lebih baik dari Pulau Samataha.




Penyu yang mampir di pesisir pantai sudah biasa




Proses pengasinan hasil laut




Hore, aku sudah tiba di Sulawesi Barat




Model rumah di Pulau Popongan sama seperti di Pulau Samataha hanya lebih padat dan ramai



Pulau Popongan ini rata-rata dijadikan base camp menginap para peserta open trip lainnya, ini terbukti beberapa kali berpapasan dari grup open trip lainnya, masuk akal sih disamping karena fasilitas yang lebih bagus, pulau ini juga lebih hidup karena ramai penduduk, ada warung kelontong, ada gedung sekolah, ada tempat main biliar sederhana, ada juga masjid yang tentu saja lebih besar dari pada Pulau Samataha. Pulau Popongan juga tidak terlalu besar, tidak butuh waktu lama untuk mengelilingi pulau ini, sepertinya sih setiap penduduk saling mengenal satu dengan lainnya (ya iyalah namanya juga hidup sepulau). Gimana ya rasanya jadi pemuda sana yang putus nyambung sama pacarnya di pulau yang sama? Pasti doi engga bisa move on karena tiap hari pasti ketemu, halahh pembahasan macam apa ini.


Setelah puas eksplor Pulau Popongan, akhirnya kita memutuskan kembali ke Pulau Samataha. Ketika saat tiba di Pulau Samataha yang saat itu cuaca masih terang dan panitia pun tidak ada rencana cadangan (rencana awal island hopping gagal total akibat badai) jadilah kami masing-masing peserta bermain di bibir pantai pulau.




Jernihnya air laut di Pulau Samataha




1, 2, 3 lompaaaat!





Bocah-bocah Pulau Samataha, perenang ulung!


Anak-anak di Pulau Samataha cenderung terbuka terhadap orang baru, terbukti mereka suka penasaran sama kegiatan kita. Mereka umumnya berbahasa Mandar, namun mereka juga bisa kok berbicara bahasa Indonesia! Bahasa Indonesia memang bener-bener alat pemersatu bangsa ya.

Mereka ini harusnya kelas 3 / 4 / 5 SD, namun sedang tidak sekolah, lohhh kok bisa? Iya, karena tenaga pengajar yang terbatas karena harus mengajar di pulau lainnya juga, gantian gitu, dan yang menyedihkan kadang sekolah diliburkan berbulan-bulan karena tidak ada pengajarnya, aaaakhh. Tenaga pengajar juga harus multi fungsi, sanggup mengajar seluruh kelas 1-6 SD.



Bangunan sekolah dasar di Pulau Samataha.

Kondisi gedung sekolah dasar juga sangat sederhana sekali, tidak ada papan nama ini sekolah dasar nomor berapa, tidak ada pintu masuknya. 





Kondisi di dalam gedung sekolah dasar




Sang Saka Merah Putih berkibarlah selalu




Setiap kelas dipisahkan oleh sekat sederhana



Sebuah larangan di dalam gedung sekolah


Sekarang aku mengerti kenapa panitia menghimbau kepada para peserta agar membawa buku sekolah, buku tulis, baju seragam, mainan anak-anak sebelum keberangkatan ke Pulau Samataha. Dan tak heran, sebagian dari penduduk memilih menyekolahkan anak-anak mereka ke tempat lain semisal di kota Balikpapan, Samarinda, Penajam Paser Utara maupun juga di Mamuju. *semoga kelak tidak ada lagi kondisi seperti ini di wilayah lainnya ya.


Ketika malam terakhir tiba saya tidak terlalu menikmati acara api unggun yang diadakan panitia, sebagai acara malam keakraban kata mereka. Entahlah, saya saat itu masih terbayang-bayang kondisi gedung sekolah dan kenyataan yang terjadi. Saya beruntung, ya saya sungguh beruntung semata-mata karena waktu kecil dahulu tidak ada kendala saat bersekolah, namun anak-anak polos di Pulau Samataha ini? Ah, semoga kelak mereka menemukan jalannya sendiri, mengejar impian mereka, menuntut ilmu ke negeri-negeri antah berantah di seberang samudra, menggapai cakrawala harapan dan cita-cita mereka. 


Malam pun berlanjut, saya memilih tidur lebih awal agar besok lebih fit untuk kepulangan ke Balikpapan. Sejenak di dalam kegelapan malam, kegamangan mulai menyelimuti hati, apakah aku sudah bersyukur? ataukah aku lebih iri hati membandingkan apa yang telah aku raih dengan orang lain? tampaknya perjalanan kali ini memberi makna penting dalam hidup yaitu, berterimakasih pada Yang Maha Kuasa.



DAY 3

Setelah sarapan usai, tibalah saatnya mengemas kembali pakaian basah dan berpasir seraya memandang sekitar, aku mencoba meingat dalam relung hati setiap sudut pulau ini, setiap jalan setapak pulau ini, setiap jam yang terlalui disini, setiap langkahku disini, entah aku tak tahu apakah dan akankah bisa aku kembali kesini lagi?


Dermaga kayu mendadak ramai oleh rombongan yang hendak pulang, sontak sebagian penduduk termasuk tuan rumah selama kita menginap di Pulau Samataha ikut mengantarkan sang tamu. Para bocah yang kemarin bermain bersama juga hadir disitu, memandang dengan penuh arti pada kami.
Barang telah berhasil di muat diatas kapal, satu per satu kami menaiki kapal itu. Tali yang tertambat telah dilepas, mesin kapal menderu meraung menjauhi dermaga kayu Pulau Samataha. Tampak jelas tuan rumah menangis, juga anak-anak mereka, sebagian melambai-lambai perpisahan. 


Aku tidak mau mengucapkan selamat tinggal, aku lebih suka mengatakan sampai jumpa lagi. Ya sampai jumpa lagi suatu saat.




Pulang dengan warna kulit eksotis



Tidur siang





Pengeboran Minyak dan Gas bumi lepas pantai di Selat Makassar


Perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat, diantara penumpang kapal lebih banyak berdiam diri atau tidur, entah apa yang mereka bayangkan saat itu. Adapula yang sibuk mendengarkan musik dengan headset. Saat perjalanan pulang aku melihat dengan jelas Rig pengeboran Minyak dan Gas bumi lepas pantai di Selat Makassar.


Perjalanan beberapa hari ini tidak akan pernah kulupakan.....

Kembali ke Balikpapan artinya aku akan menghadapi serangkaian aktifitas harian, menghadapi kenyataan yang harus kuhadapi serta menyadari bahwa ada sebagian dari saudara kita yang belum beruntung.......






-Selesai----------




Tips :
  • Siapkan air minum yang cukup.
  • Siapkan stamina!
  • Bawa sedikit baju agar tidak memberatkan.
  • Bawa tissue basah untuk personal hygiene.
  • Bawa cemilan yang cukup, seperti roti, mi instant. 
  • Gunakan alas kaki kalau hendak island hopping, karang nya tajam sekali.
  • Bawa selimut/sarung/sarung bali karena udara malam dingin.
  • Bawa obat nyamuk.
  • Bawa tabir surya! 
  • Bawa bantal (bantal leher) karena tidak ada bantal ekstra untuk tidur malam.
  • Bawa obat-obatan pribadi.
  • Bawa buku sekolah, buku cerita, buku tulis, seragam sekolah, mainan anak-anak (tidak perlu baru asalkan masih layak).

Komentar

Bacaan Terpopuler Blog Ini

Berlayar dengan kapal KM. Labobar dari Balikpapan - Pantoloan - Bitung - Ternate (Part 1)

Pelabuhan Semayang Balikpapan Hai semuanya kali ini aku menulis tentang pengalamanku ketika pergi berlayar menuju Ternate dari kotaku Balikpapan dengan kapal KM Labobar Lah kok bisa ya naik kapal? emang liburnya berapa lama? terus kok bisa pas jadwal libur dengan jadwal kapal? Hehe akan kuceritakan asal muasal kenapa aku bisa pergi liburan dengan berlayar bersama KM. Labobar. Jadi pada akhir Januari 2019 itu aku sudah bisa libur selama 14 hari kalender (2 minggu).  Bingung kan mau libur pergi kemana. Mau pulang ke Samarinda ah terlalu sering dan sudah biasa. Gak perlu nunggu libur panjang kan aku bisa pulang ke Samarinda. Terus cek-cek lagi jadwal ke Bongao, Tawi-Tawi (Filipina) via Sandakan Malaysia kok menarik yaaa.. eh gak taunya dekat hari libur tiba-tiba di berita muncul kabar bahwa di daerah Sandakan khususnya Filipina bagian selatan lagi ricuh akibat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Filipina. Ada pengeboman rumah ibadah s

Balikpapan rasa Thailand, Mahavihara Buddha Manggala.

Arca Buddha Sukhotai yang di datangkan dari negara Thailand. Kala itu berawal dari rasa penasaran setelah sering melihat dari kejauhan dalam bis Balikpapan-Samarinda yang sering saya tumpangi, tampak samar-samar suatu bangunan menara berkilau emas diantara pepohonan dan hutan diruas jalan menuju kota Samarinda. Saat itu saya belum mengetahui jika tempat itu merupakan sebuah tempat peribadatan umat Buddhis, berbekal sepeda motor dan di pupuk oleh rasa keingintahuan yang besar, maka sore itu saya memutuskan mencari tahu apakah gerangan bangunan menara yang berkilau emas itu? Kebetulan tempat tinggal saya berada tidak jauh dari spot dimana saya suka melihat bangunan menara emas jika saya sedang dalam perjalanan menuju kota Samarinda. Berbekal sedikit informasi yang saya dapatkan, pelan-pelan saya menyusuri jalan menuju tempat misterius itu. Rasanya seperti lagi treasure hunt , sebentar-sebentar berhenti di pinggir jalan untuk mengamati apakah saya berada pada jalur yang benar

Jembatan Pulau Balang (Balikpapan-Penajam Paser Utara)

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman ketika berkunjung ke Pulau Balang, tempat dimana rencana-nya akan di bangun sebuah jembatan penghubung antara kota Balikpapan dan kab. Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Seperti yang kita ketahui Balikpapan ialah sebagai salah satu pintu gerbang masuknya orang maupun barang dari dan ke Kalimantan Timur. Hal ini terbukti dengan adanya fasilitas Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan & Pelabuhan Laut Semayang, walaupun secara administrasi kota Balikpapan bukanlah ibukota provinsi Kalimantan Timur melainkan kota Samarinda, namun banyak warga pendatang yang mengira bahwa kota Balikpapan ialah ibukota provinsi. Salah satu pesawat sedang parkir di dekat garbarata Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan Gedung Pelabuhan Semayang Balikpapan Singkat cerita, biasanya perpindahan barang & manusia dari kota Balikpapan-kab.Penajam Paser Utara menggunakan moda transportasi penye

Bangkok DMK (Don Mueang Airport)

DMK = Don Mueang Airport, Bangkok. Dari dan menuju Bangkok Thailand lewat jalur udara biasanya ada dua pilihan yakni melalui Bandara Suvarnabhumi BKK atau Don Mueang DMK. Kedua bandara ini sama-sama berada di Bangkok lantas bedanya apa? Nah bedanya : a. Bandara Suvarnabhumi BKK merupakan bangunan fasilitas bandara yang baru dibangun dan diperasikan beberapa tahun yang lalu dan hanya dapat didarati oleh penerbangan / maskapai non low budget carrier. Biasanya maskapai yang mendarat disini merupakan National Flag Carrier kayak Garuda Indonesia, Malaysia Airlines, Royal Brunei, Thai Airways dll. Penerbangan kelas premium lah ya. Ditambah bandara ini berada persis ditengah kota Bangkok dengan segala mode transportasi dari dan kesini sungguh beragam dan mudah didapat. Fasilitas dan sarana bandara juga paling terkini. b. Bandara Don Mueang DMK merupakan bandara Internasional tertua didunia dibuka bulan Maret 1914 dan juga di Asia tentunya. Awalnya Bandara ini merupak

Baju Barong Tagalog Pakaian Tradisional Pria Filipina

Barong Tagalog, pakaian pria nasional di Filipina. Sejarah :  Saat pendudukan lebih dari 300 tahun oleh Spanyol di Filipina (1561-1889) penduduk pria lokal Filipina wajib memakai baju yang sekarang dinamakan Barong Tagalog.  Barong Tagalog adalah baju pria berkerah yang tidak dimasukkan kedalam celana, tidak berkantung juga transparan / tembus pandang.  Baju ini dimaksudkan untuk mencegah orang Filipina menyembunyikan sesuatu dalam kantong bajunya, entah barang curian atau senjata tajam. Spanyol mewajibkan pemakaian baju ini kepada semua orang Filipina tanpa peduli tingginya jabatan mereka di masyarakat guna menunjukkan perbedaan antara orang Spanyol yang kaya raya dengan penduduk miskin Filipina.  Setelah Filipina merdeka, presiden mereka Manuel Quezon mempopulerkan pemakaian baju ini. Sebelumnya baju ini identik dengan kelas bawah. Ketika dipopulerkan oleh presiden dengan cara selalu memakai baju ini pada acara resmi kenegaraan maka baju ini pun semaki

Filipina sang kembaran nusantara terletak di utara Indonesia bagian 1.

Filipina, persis seperti di Indonesia Katedral Manila, statusnya sebagai  Minor Basilica  diluar Eropa. Going north why not?  Filipina.... Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata "Filipina"? Kalau saya sendiri sih lebih karena penasaran dengan Negeri yang berada di sebelah utara Indonesia. Manny Pacquiao, Rodrigo Duterte, Ferdinand Marcos, Imelda Marcos, Maribeth "Denpasar Moon" adalah sederet nama-nama yang melekat erat pada ingatanku hingga kini. Bendera Filipina berkibar dikota Manila Banyak yang bilang jika Malaysia & Indonesia merupakan satu rumpun alias memiliki akar yang sama, bahasa yang hampir sama, kebudayaan yang juga  bisa dibilang hampir sama dengan daerah di Sumatera. Namun kita sering melupakan atau bahkan bisa dibilang tidak begitu familiar dengan Filipina. Bagiku Filipina itu sendiri seperti Indonesia yang kedua, atau bahkan rasanya seperti masih berada di Indonesia. Manila, ibukota Filipina. Sejarah dulunya merupakan wilayah da

Liburan di hulu sungai Mahakam, Kutai Barat Kaltim

Jembatan yang membelah pedalaman Sungai Mahakam. Ketemu lagi semuanya. Apa kabar kalian semua? Kali ini aku akan membagikan pengalaman masuk ke hulu sungai Mahakam, melawan arus menuju Melak, Kab. Kutai Barat Kaltim. Dulu banget waktu masih kecil dan tinggal di kota Samarinda aku sering mendengar yang namanya Melak atau kadang orang-orang Dayak asal Kutai Barat yang tinggal dan menetap di kota Samarinda selalu bilang istilah "pergi ke Hulu" kalau mereka mau pulang kampung ke Melak Kutai Barat. Nama "Melak" lebih familiar daripada nama "Sendawar", padahal sih sebenarnya ibukota kab Kutai Barat ialah Sendawar. Tapi entah kenapa orang-orang selalu mengatakan "mau pergi ke Melak" daripada "mau pergi ke Sendawar". Waktu itu aku sama sekali tidak ada bayangan akan mengunjungi Kutai Barat bahkan sekedar berkhayal pun tidak. Kebanyakan temen-temen atau tetangga saya yang orang Dayak waktu di kota Samarinda merupakan warga suku

Berlayar dengan kapal KM. Labobar dari Balikpapan - Pantoloan - Bitung - Ternate (Part 2)

Selamat tinggal Pantoloan Halooo. Kembali lagi pada postingan lanjutan pengalaman pergi berlayar naik kapal Labobar dari Balikpapan-Pantoloan-Bitung-Ternate bagian ke-2. Bagi kalian yang belum membaca kisah ini di bagian ke-1 tentang awal mula kenapa aku memulai perjalanan ini? Silahkan klik link disini . Setelah semua penumpang sudah naik keatas kapal. Tiba saatnya kapal Labobar ini melanjutkan pelayarannya lagi menuju pelabuhan berikutnya yaitu Bitung! ohya sebagai informasi sekarang PT.Pelni menghapus layanan tiket kelas yang mendapat kamar. Semua dipukul rata menjadi kelas ekonomi. Hehehe aku sih senang-senang aja. Saat kapal mulai menjauh dari Pantoloan maka aku dan teman-teman baru yang kukenal tadi saling bercerita lebih lanjut sepanjang perjalanan.  Mulai dari pertanyaan basa-basi seperti nama siapa, asal darimana, mau kemana, tujuannya apa kesana, kerja apa dan pertanyaan-pertanyaan yang gak berbobot lainnya. Coba pertanyaannya tuh berbobot kayak : &

Perjalanan darat dari Jailolo ke Tobelo, Halmahera Barat, Maluku Utara

Jailolo ke Tobelo via darat. Setelah berhasil menyeberang dari pulau Ternate ke Jailolo di pulau Halmahera, maka selanjutnya untuk menuju ke Tobelo bisa dilakukan melalui jalur darat, melintasi areal luas yang hijau dengan sedikit permukiman di kiri-kanan jalan. Luasnya wilayah yang masih belum di jadikan permukiman semakin menambah kedamaian di tempat itu. Setelah lewat hutan-hutan eh tiba-tiba langsung disuguhi pemandangan seperti ini. Hai semua. Ketemu lagi pada postingan baru ini. Jadi ceritanya tuh waktu liburan di Jailolo di Halmahera Barat selama beberapa hari aku lanjut lagi ke kota Tobelo di Halmahera Utara. Aksesnya kalau dari Jailolo cuma bisa lewat darat.  Perjalanan darat dari Jailolo ke Tobelo ditempuh selama empat jam. Hehehe. Kalo kata warga lokal sih itu lama banget yah perjalanan darat itu tapi kalo buatku sih oke-oke aja. Malah gak kerasa lama tuh mungkin karena baru pertama kali menempun jalan darat kali ya. Jalan raya sudah sangat bagus loh. Le

Gerakan Jelantah 4 Change. Peduli Minyak Jelantah Balikpapan.

Sang pencetus ide Jelantah 4 Change. Minyak Jelantah..... Apa yang pertama kali kalian pikir ketika mendengar kata tsb? Yap.. Minyak Jelantah adalah minyak goreng yang telah terpakai untuk menggoreng makanan berkali-kali dengan ciri khas berbau tidak enak, gosong, berwarna gelap bahkan paling parah berwarna hitam. Minyak jelantah yang sudah dipakai menggoreng lebih dari 2x atau sudah dipakai menggoreng 1x dengan suhu yang panas dan waktu yang lama sebenarnya secara ikatan kimia sudah rusak. Minyak goreng sudah menjadi tidak sehat lagi. Ia berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi manusia seperti radang tenggorokan, batuk, gatal pada tenggorokan, kolestrol naik, pencetus darah tinggi, pusing sakit kepala dan paling parah sakit jantung. Hiiii serem kan? Mungkin untuk pemakaian pribadi masih bisa kita kontrol dengan cara selalu rutin mengganti minyak goreng yang sudah terpakai dengan yang baru. Memang sih lebih mahal karena lebih sering membeli minyak