Halo apa kabar? Salam manis untuk kalian semua.
Setelah sebelumnya menulis pengalaman singkat tentang Menjelajahi Kepulauan Balabalagan (bagian 1), saatnya melanjutkan cerita ketika telah tiba di pulau Samataha tersebut, sebagai informasi bagi temen-temen semua yang belum tahu, sebenarnya Kepulauan Balabalagan ini ialah sederetan gugusan pulau-pulau kecil di Selat Makassar diapit diantara daratan Kalimantan & Sulawesi, nah dari sekian banyak pulau-pulau kecil itu hanya ada beberapa buah pulau saja yang ada penghuni manusia-nya, penulis cuman tahu 2 nama pulau yang dihuni manusia, yakni Pulau Samataha & Pulau Popongan (pulau yang ini relatif lebih padat penduduk dengan fasilitas publik yang lebih besar sekaligus lebih baik dari Pulau Samataha).
Sesudah kapal nelayan yang kami tumpangi mengarungi lautan dan menempuh perjalanan menuju Kepulauan Balabalagan (Pulau Samataha lebih tepatnya) selama kurang lebih 12 jam, akhirnya tibalah kita di Pulau Balabalagan (Samataha) ini. Kedatangan kami ke pulau ini tentu saja untuk lari dari kenyataan, pura-pura bahagia, melupakan mantan berlibur, bener-bener berlibur malah menurutku... soalnya dipulau Balabagan itu beneran listrik ga ada, jaringan telepon seluler juga ga ada, jadi percuma walau bawa baterai cadangan telepon seluler atau power bank karena telepon seluler bakalan ga bisa dipakai berkomunikasi, apalagi update status & foto di sosial media, lupakan saja, akhirnya telepon seluler pun cuman dipakai untuk merekam keindahan lanskap pulau ini ditambah berfoto manjah bersama temen (baca : peserta open trip lainnya) dan satu lagi untuk ber-selfie ria. Bener-bener hidup offline deh, yah kalau saya pribadi sih sewaktu masih berada di kota Balikpapan sebelumnya sudah agak terbiasa jika beberapa saat tidak online, karena yang menghubungi saya toh itu-itu saja, hehe. Akibat dari kondisi tidak adanya jaringan seluler ini membuat (kebanyakan) peserta open trip ini pada was-was takut ada apa-apa, takut ga bisa kasih kabar, takut dicariin oleh orang terdekat, hal yang wajar sih.
Saat itu kira-kira pukul 10 pagi, kedatangan kita dipulau ini disambut dengan aroma udara asin, ikan asin, dan udara yang lembab khas pesisir laut. Hamparan pasir putih yang halus di pulau ini membuat penulis tergerak untuk mengambil pasir pantai untuk dibawa pulang buat pasir kucing tidur-tiduran dipantai (pura-pura lupa kalau barang-barang bawaan belum diturunin dari dermaga). Panitia ini dengan kesibukannya (baca: ngangkatin barang bawaan peserta plus logistik) tak lupa pula mengarahkan kami ke salah satu rumah penduduk (iya, kita selama berada di Pulau Samataha tidur di salah satu rumah warga lokal, karena belum ada yang namanya penginapan, hostel, kos-kosan, apalagi hotel). Tipikal rumah warga disana berbentuk pangung dan memanjang sampai kebelakang, main bola di dalam rumah mereka bisa kali, eh ga deh main basket juga bisa, haha. Seriusan, rumah mereka sangat-sangat luas & jarak antar satu rumah dengan yang lainnya cukup jauh-jauhan (lumayan lah, kalo lagi ribut-ribut prahara rumah tangga semisal karena tjemburu, salah paham, pembagian lauk yang kurang, cucian yang belum kering, anak-anak yang bandel, pastinya tetangga sebelah ga denger, hihihihihi). Rata-rata rumah disana itu tidak atau belum memiliki kamar mandi seperti layaknya rumah-rumah yang kita ketahui, dan kalaupun ada juga pastinya letak bangunan kamar mandi tsb dengan rumah utama terpisah.
Seperti yang sudah saya sebutkan di artikel bagian 1, durasi open trip ini selama 3 hari 4 malam termasuk waktu tempuh perjalanan dari dan ke Pulau Balabalagan/Samataha yaa, sehingga kita cuman bisa bener-bener mainan air, berenang manja, siram-siraman air aktivitas full day di sekitar pulau ini cuman 1 hari doang, selebihnya kepotong waktu perjalanan yang lama.
Berikut ini diary ringkasan kegiatan saya selama berada Kepulauan Balabalagan :
Day 1
Karena kita tiba dipulau ini pas di waktu makan siang, sehingga panitia langsung mengolah bahan masakan yang kita bawa dari Balikpapan untuk santap siang bersama. Si empunya rumah pun bantuin masak lo, sedangkan para peserta open trip ini menghabiskan waktu sambil menunggu makan siang selesai di masak ya jalan-jalan keliling Pulau Samataha, duduk-duduk di dermaga kayu, bermain dengan bocah penduduk lokal, sibuk ngutak-atik gadget mereka, siapin peralatan snorkling, beberes barang bawaan, dandan (ini beneran) dan tidur siang.
Sumber air tawar untuk dikonsumsi di Pulau Samaataha ini ialah.... sumur manual dengan ember dan talinya! hehehe asik kan? nah kalo air tawar dari air hujan walau ditampung, tapi tidak pernah untuk di konsumsi, bahkan dipakai mandi pun tidak, jadi untuk apa dong air hujan ditampung? Jawabannya ialah untuk membasuh kaki yang berpasir dari luar sebelum masuk rumah, wiiw ajib yaa?
Singkat cerita setelah makan siang selesai, waktu itu menunya oseng sayur kangkung, tempe ditambah mie instant. *disini gak ada warung jadi ga bisa beli jajan. Cuaca mulai berubah lagi, setelah panas terik, langit mendadak menjadi gelap dan rendah, yahh ga jadi snorkling... Akhirnya saya pun memilih duduk-duduk di teras rumah sambil menunggu hujan reda (tapi gak reda-reda). Di pulau Samataha ini hanya tersedia 1 masjid yang berada tepat ditengah pulau, seketika masjid menjadi penuh terisi oleh para peserta open trip ini, merupakan pemandangan yang tidak biasa kata salah satu penduduk Pulau Samataha.
Hujan baru berhenti ketika hari mulai sore, kemilau keemasan mentari mulai nampak di ufuk langit pertanda hari akan segera terganti malam. Disaat itulah kami bermain-main dengan perahu kecil yang tertambat di dermaga kayu, maklum tak dapat menahan hasrat untuk ikut melompat bersama anak-anak Pulau Samataha kedalam air laut yang sore itu sedang pasang & juga jernih.
Pulau Samataha dan langit yang kemerahan di sore hari |
Bermain perahu milik penduduk dengan kondisi laut yang tidak berombak |
Setelah selesai berenang & bermain perahu, waktu jualah yang akhirnya menghentikan kesenangan itu, tibalah saatnya pulang kerumah untuk membilas diri (baca : mandi). Permasalahan pun mulai muncul, dengan sekian banyaknya peserta yang ingin membilas badan ditambah fasilitas kamar mandi cuman ada satu, akhirnya diputuskan dengan kesadaran diri bahwa hanya perempuan sajalah yang boleh memakai kamar mandi, sedangkan yang laki-laki bisa menggunakan fasilitas sumur timba yang terletak di luar rumah (mandi bareng gitu ceritanya).
Benar-benar kegelapan total pada malam hari, karena belum ada sambungan listrik dari PLN untuk pulau ini sehingga para penduduk umumnya mempunyai genset untuk penerangan yang terbatas sekali. Setiap malam seperti ini kondisi dipulau ini, hiks sedih ya? jaman sekarang masih ada sebagian wilayah yang tidak ada listrik sama sekali. Karena sumber listrik hanya mengandalkan genset yang tentu saja sangat dipengaruhi oleh stok bahan bakar diesel, sehingga otomatis listrik hanya dapat menyala beberapa jam saja.
Suasana di dalam rumah penduduk ketika malam yang hanya mengandalkan genset sebagai sumber listrik |
Setelah semuanya selesai, tibalah saatnya menyantap makan malam yang telah dipersiapkan panitia, seperti biasa menunya sederhana yaitu mie instant, nasi putih & telur dadar. Malam itu panitia mengajak kita melihat pasir berkelip-kelip dengan syarat menunggu agak tengah malam (kondisi air laut surut). Sambil menunggu waktu surut air laut dan agar tidak semakin penasaran dengan penampakan pasir berkelap-kelip itu saya memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan mengobrol antar sesama peserta open trip.
Waktu yang ditunggu tiba, saat itu hampir tengah malam, saya lupa persisnya jam berapa, yang jelas saat itu genset sudah tidak beroperasi karena kehabisan bahan bakar, sehingga benar-benar gelap gulita, penerangan mengandalkan lampu senter dan juga dari telepon seluler. Rombongan pun bergerak menuju bibir pantai yang sudah surut, rupanya pasir berkelap-kelip itu hasil dari plankton yang terbawa arus laut dan mengendap di pasir, syarat mutlak untuk melihatnya cuman satu yaitu diperlukan kegelapaan total, tidak boleh ada cahaya sedikitpun, karena kelap-kelip pasir plankton-nya tidak terlalu cerah (seperti kunang-kunang). Caranya pun cukup dengan menggeser pasir laut yang masih basah dengan kaki atau tangan, terus perhatikan baik-baik maka akan terlihat kerlap-kerlip pada pasir. Waww sungguh indah ya?
Saatnya pulang untuk tidur dan beristirahat, semoga besok cuaca bagus ya.
Day 2
Hari baru telah tiba, langit pagi itu sangat cerah, secerah hatiku kala melihatmu awal bulan karena gajian, hihi.
Pagi itu beberapa dari kami pergi ke dermaga kayu untuk sekedar menikmati pagi yang terlalu sayang untuk dilewati dengan tidur....
Pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi |
Setelah puas duduk-duduk di dermaga kayu, tibalah saatnya sarapan pagi dengan menunya nasi goreng, bakso, sop buntut, rawon, bubur ayam seperti biasa telur dadar, sarden, mi instant (campur aduk mi kuah dan mi goreng) dan tentunya....Nasi putih (tanpa ada sayuran, stok sudah habis). Singkat cerita setelah sarapa pagi selesai, maka agenda selanjutnya ialah island hopping, berlayar ke pulau-pulau disekitar gugusan Kepulauan Balabalagan untuk sejenak snorkling dan jelajah pulau tak berpenghuni.
Bersiap-siap snorkling saat agenda island hopping |
Setelah kurang lebih 30-45 menit berlayar tibalah disuatu pulau tak berpenghuni (penulis lupa nama pulau tsb) yang akan kita tuju untuk di eksplor. Para peserta bersiap-siap untuk beraktivitas masing-masing, ada yang sibuk dengan peralatan fotografi-nya adapula yang sibuk mempersiapkan peralatan snorkling, ada yang hendak berganti pakaian dan.... ada pula para gadis sibuk pinjem-pinjeman alat dandan lipstick & mascara waterproof yang menurut mereka biar keliatan cantik kalau difoto pake kamera underwater (haha penting yaak?). Sedikit informasi, disekitar pulau yang tak berpenghuni itu terdapat karang-karang yang tajam, sehingga kapal tidak bisa menurunkan jangkar terlalu dekat dari bibir pantai (berpotensi kapal karam).
Snorkling disekitar pulau tak berpenghuni |
Yeaahh I found you Patrick the seastar. |
Baru berapa saat asik bermain & berenang ria, tiba-tiba langit menjadi rendah & gelap, angin kencang menyapu para peserta. Sontak, para peserta yang masih berada dalam air segera naik ke atas kapal (panik!).
Badai di tengah laut |
Ayo buruan naik gih, ada badai tuuh |
Setelah mempertimbangkan kondisi cuaca yang tidak bagus, panitia memutuskan agar kegiatan saat itu di batalkan, sebagai ganti gagalnya island hopping, panitia memberikan alternatif pulau lain yang aman dikunjungi karena ada penghuninya, yaitu Pulau Popongan. Perjalanan menuju Pulau Popongan sekitar 1 jam, pulau ini lebih ramai dari Pulau Samataha tempat rombongan tinggal, fasilitas pulau ini juga sudah lebih baik dari Pulau Samataha.
Penyu yang mampir di pesisir pantai sudah biasa |
Proses pengasinan hasil laut |
Hore, aku sudah tiba di Sulawesi Barat |
Model rumah di Pulau Popongan sama seperti di Pulau Samataha hanya lebih padat dan ramai |
Pulau Popongan ini rata-rata dijadikan base camp menginap para peserta open trip lainnya, ini terbukti beberapa kali berpapasan dari grup open trip lainnya, masuk akal sih disamping karena fasilitas yang lebih bagus, pulau ini juga lebih hidup karena ramai penduduk, ada warung kelontong, ada gedung sekolah, ada tempat main biliar sederhana, ada juga masjid yang tentu saja lebih besar dari pada Pulau Samataha. Pulau Popongan juga tidak terlalu besar, tidak butuh waktu lama untuk mengelilingi pulau ini, sepertinya sih setiap penduduk saling mengenal satu dengan lainnya (ya iyalah namanya juga hidup sepulau). Gimana ya rasanya jadi pemuda sana yang putus nyambung sama pacarnya di pulau yang sama? Pasti doi engga bisa move on karena tiap hari pasti ketemu, halahh pembahasan macam apa ini.
Setelah puas eksplor Pulau Popongan, akhirnya kita memutuskan kembali ke Pulau Samataha. Ketika saat tiba di Pulau Samataha yang saat itu cuaca masih terang dan panitia pun tidak ada rencana cadangan (rencana awal island hopping gagal total akibat badai) jadilah kami masing-masing peserta bermain di bibir pantai pulau.
Jernihnya air laut di Pulau Samataha |
1, 2, 3 lompaaaat! |
Bocah-bocah Pulau Samataha, perenang ulung! |
Anak-anak di Pulau Samataha cenderung terbuka terhadap orang baru, terbukti mereka suka penasaran sama kegiatan kita. Mereka umumnya berbahasa Mandar, namun mereka juga bisa kok berbicara bahasa Indonesia! Bahasa Indonesia memang bener-bener alat pemersatu bangsa ya.
Mereka ini harusnya kelas 3 / 4 / 5 SD, namun sedang tidak sekolah, lohhh kok bisa? Iya, karena tenaga pengajar yang terbatas karena harus mengajar di pulau lainnya juga, gantian gitu, dan yang menyedihkan kadang sekolah diliburkan berbulan-bulan karena tidak ada pengajarnya, aaaakhh. Tenaga pengajar juga harus multi fungsi, sanggup mengajar seluruh kelas 1-6 SD.
Bangunan sekolah dasar di Pulau Samataha. |
Kondisi gedung sekolah dasar juga sangat sederhana sekali, tidak ada papan nama ini sekolah dasar nomor berapa, tidak ada pintu masuknya.
Kondisi di dalam gedung sekolah dasar |
Sang Saka Merah Putih berkibarlah selalu |
Setiap kelas dipisahkan oleh sekat sederhana |
Sebuah larangan di dalam gedung sekolah |
Sekarang aku mengerti kenapa panitia menghimbau kepada para peserta agar membawa buku sekolah, buku tulis, baju seragam, mainan anak-anak sebelum keberangkatan ke Pulau Samataha. Dan tak heran, sebagian dari penduduk memilih menyekolahkan anak-anak mereka ke tempat lain semisal di kota Balikpapan, Samarinda, Penajam Paser Utara maupun juga di Mamuju. *semoga kelak tidak ada lagi kondisi seperti ini di wilayah lainnya ya.
Ketika malam terakhir tiba saya tidak terlalu menikmati acara api unggun yang diadakan panitia, sebagai acara malam keakraban kata mereka. Entahlah, saya saat itu masih terbayang-bayang kondisi gedung sekolah dan kenyataan yang terjadi. Saya beruntung, ya saya sungguh beruntung semata-mata karena waktu kecil dahulu tidak ada kendala saat bersekolah, namun anak-anak polos di Pulau Samataha ini? Ah, semoga kelak mereka menemukan jalannya sendiri, mengejar impian mereka, menuntut ilmu ke negeri-negeri antah berantah di seberang samudra, menggapai cakrawala harapan dan cita-cita mereka.
Malam pun berlanjut, saya memilih tidur lebih awal agar besok lebih fit untuk kepulangan ke Balikpapan. Sejenak di dalam kegelapan malam, kegamangan mulai menyelimuti hati, apakah aku sudah bersyukur? ataukah aku lebih iri hati membandingkan apa yang telah aku raih dengan orang lain? tampaknya perjalanan kali ini memberi makna penting dalam hidup yaitu, berterimakasih pada Yang Maha Kuasa.
DAY 3
Setelah sarapan usai, tibalah saatnya mengemas kembali pakaian basah dan berpasir seraya memandang sekitar, aku mencoba meingat dalam relung hati setiap sudut pulau ini, setiap jalan setapak pulau ini, setiap jam yang terlalui disini, setiap langkahku disini, entah aku tak tahu apakah dan akankah bisa aku kembali kesini lagi?
Dermaga kayu mendadak ramai oleh rombongan yang hendak pulang, sontak sebagian penduduk termasuk tuan rumah selama kita menginap di Pulau Samataha ikut mengantarkan sang tamu. Para bocah yang kemarin bermain bersama juga hadir disitu, memandang dengan penuh arti pada kami.
Barang telah berhasil di muat diatas kapal, satu per satu kami menaiki kapal itu. Tali yang tertambat telah dilepas, mesin kapal menderu meraung menjauhi dermaga kayu Pulau Samataha. Tampak jelas tuan rumah menangis, juga anak-anak mereka, sebagian melambai-lambai perpisahan.
Aku tidak mau mengucapkan selamat tinggal, aku lebih suka mengatakan sampai jumpa lagi. Ya sampai jumpa lagi suatu saat.
Pulang dengan warna kulit eksotis |
Tidur siang |
Pengeboran Minyak dan Gas bumi lepas pantai di Selat Makassar |
Perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat, diantara penumpang kapal lebih banyak berdiam diri atau tidur, entah apa yang mereka bayangkan saat itu. Adapula yang sibuk mendengarkan musik dengan headset. Saat perjalanan pulang aku melihat dengan jelas Rig pengeboran Minyak dan Gas bumi lepas pantai di Selat Makassar.
Perjalanan beberapa hari ini tidak akan pernah kulupakan.....
Kembali ke Balikpapan artinya aku akan menghadapi serangkaian aktifitas harian, menghadapi kenyataan yang harus kuhadapi serta menyadari bahwa ada sebagian dari saudara kita yang belum beruntung.......
-Selesai----------
Tips :
- Siapkan air minum yang cukup.
- Siapkan stamina!
- Bawa sedikit baju agar tidak memberatkan.
- Bawa tissue basah untuk personal hygiene.
- Bawa cemilan yang cukup, seperti roti, mi instant.
- Gunakan alas kaki kalau hendak island hopping, karang nya tajam sekali.
- Bawa selimut/sarung/sarung bali karena udara malam dingin.
- Bawa obat nyamuk.
- Bawa tabir surya!
- Bawa bantal (bantal leher) karena tidak ada bantal ekstra untuk tidur malam.
- Bawa obat-obatan pribadi.
- Bawa buku sekolah, buku cerita, buku tulis, seragam sekolah, mainan anak-anak (tidak perlu baru asalkan masih layak).
Komentar
Posting Komentar