Bersama dengan desainer Ali Charisma. |
Ketika berada di kota Jogja selama beberapa pekan, saya beruntung dapat menyaksikan acara yang bisa dibilang "hal biasa" sekaligus "hal tidak biasa" yaitu Jogja Fashion Festival 2018. Sebuah acara pagelaran busana yang diadakan selama 3 (tiga) hari pada akhir pekan disebuah mall di kota Jogjakarta.
Dibilang "hal biasa" karena kegiatan ini sudah sering diadakan di kota-kota besar dari dulu-dulu. Dan dibilang "hal tidak biasa" karena kegiatan ini diadakan di sebuah atrium mall serta mengangkat tema "Mixologi" yang mana menampilkan pagelaran busana dengan nuansa kain etnik lokal Indonesia.
JFF 2018 |
Desainer kondang kenamaan Anne Avantie juga dijadwalkan tampil pada acara ini. Namun sayang sekali saya tidak dapat menyaksikan langsung dari dekat desainer kondang tersebut karena jadwal beliau tampil dengan lowongnya waktu saya sedang tidak match.
Salah satu peragaan. |
Penonton bayaran. |
Acara ini sendiri sudah dimulai sejak sore hari sekitar pukul 15.00 hingga selesai sekitar pukul 20.00 malam.
Disekitar panggung banyak terdapat tamu undangan, wartawan serta penonton lainnya yang antusias melihat acara tersebut.
Makasih Ian udah nganterin kesini. |
Umumnya busana yang diperagakan berupa setelan baju langsung pakai (ready to wear), baju pernikahan, setelan jas pria serta pakaian kasual.
Modelnya tinggi menjulang semampai dan lincah melanggak-lenggok diatas catwalk. Sepertinya modelnya cuma itu-itu saja namun secara bergantian memakai busana dari semua desainer secara bergiliran. Maksudnya, desainer A, B, C memiliki koleksi busana yang tentu saja berbeda satu dengan lainnya namun tetap diperagakan oleh model yang sama.
Hmm, apakah baju yang dibuat para desainer itu menyesuaikan tubuh model yang akan memeragakan pakaian mereka? entahlah, yang aku liat pakaian yang diperagakan model tersebut terlihat pas pada tubuh mereka.
Kain etnik yang digunakan kebanyakan merupakan kain tenun ikat asal Nusa Tenggara Timur dengan warna-warni dan corak yang khas seperti kuda, manusia, udang, cicak dll.
Sayang kainnya tidak dijual. |
Kain tenun ikatnya sendiri sangat tebal dan berat. Hebat ya orang-orang yang menenun kain itu, mereka bisa dengan terampil dan lihai dalam memilin helai demi helai benang hingga menjadi lembaran kain yang bercorak rumit dan indah tanpa menggunakan aplikasi komputer kekinian.
Namanya juga buatan tangan, sehingga tidak ada kain satu yang persis sama dengan kain lainnya.
Aku pribadi kalau punya kain tenun ikat tersebut rasanya sungguh sayang jika dipotong dan dijahit menjadi baju, celana, syal, dompet, tas dan lain-lain. Duhhh rasanya ga tega menggunting tenunan sebagus itu, mending langsung dipakai menjadi sarung, syal atau blanket.
Semoga kelak saya diberi kesempatan untuk mengunjungi, tinggal serta mempelajari pewarnaan, corak dan pembuatan tenun ikat langsung pada tempatnya langsung di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kain tenun dengan corak rumit serta berat karena tebalnya benang yang dipakai. |
Komentar
Posting Komentar